top of page
Search

MOGI DARUSMAN MAESTRO KASAR INDONESIA

Writer's picture: HOMELESSHOMELESS

MOGI Darusman (31 tahun) yang mengaku dirinya banyak makan garam musik pop di mancanegara, muncul di Tanah Air dengan kaset 'Aje Gile'. Produksi perusahaan rekaman Naviri ini memuat 13 buah lagu yang bagaikan memadukan gaya menyanyi Farid Harja si Bani Adam, dengan syair logat Betawi yang kocak -- nyentil dari Benyamin S, berbau Jazz dan Bob Dylan.

Lirik terus terang untuk kaset ini yang ditulis Teguh Esha--pengarang Ali Topan -- merupakan kritik sosial yang barangkali untuk pertama kalinya klop dengan musiknya dalam perjalanan kaset pribumi. Di samping mengkritik, terasa lugu dan lucu, didukung oleh aransemen dan vokal Mogi yang pas.

Kritik tidak lagi merupakan tempelan. Ia mengalir dalam musik yang kompak dan secara teknis padu.

Penyanyi bengal anak seorang diplomat Indonesia ini sempat tinggal lama di luar negeri mengikuti tugas orangtuanya, pernah merilis beberapa single plat 7″ di Eropa, bahkan resmi mewakili negara Austria (!) di ajang internasional The World Pop Song Festival 1971 di Jepang sampai masuk babak semifinal (rekaman live festival ini pernah dirilis dalam format vinyl double LP, yang kini sangat rare dan harganya fantastis). Sepulangnya ke Indonesia, Mogi Darusman langsung bikin ulah dengan merilis album protes Aje Gile di penghujung dekade 1970an. Lewat musik folk-rock slenge’an ala Bob Dylan berlogat Betawi jalanan, lirik blak-blakan lagu “Aje Gile” langsung merangsek menyerang otoritas dan kebobrokan mental negeri, terutama budaya korupsi yang merebak di kalangan pegawai pemerintah dan merasuki hampir segala sendi masyarakat (“Rayap-rayap”, “Koruptor”). Pernyataan sikap yang berani ini berujung cekal di mana-mana: kasetnya dibredel dan lenyap dari peredaran karena disita aparat, Mogi dilarang tampil di TV, bahkan kabarnya dia ditangkap polisi setelah di atas panggung bernyanyi mengejek Presiden Soeharto. Pernah suatu kali ada orang yang nekat meng-cover lagunya di atas panggung dalam sebuah acara pejabat dan alhasil orang tersebut langsung ‘diamankan’ petugas. Ketika karya-karya Pramoedya Ananta Toer diberangus penguasa, konon hanya Mogi yang berani bernyanyi tentang Pram. Dari atas panggung, Gombloh pernah memanggil Mogi yang diam-diam menyelinap di antara penontonnya, untuk bersedia naik ke atas panggung. Penonton langsung bergemuruh mengelu-elukannya, memaksanya bernyanyi. Artwork kaset-kasetnya unik, seperti berpose bugil di atas kloset duduk, atau berfoto bareng anjingnya—dia namai Baron Darusman—dengan caption keras: “Nasib anjing gua lebih baik dari kita.” Rentang eksplorasi tema lagunya cukup luas, mulai dari kematian, atau lebih tepatnya bunuh diri, pada lagu “Nisan” (“…selamat tinggal/ kala berpisah/ kutatap musuhmu…“), hingga problem kewarasan manusia pada “Orang-orang Gila” (“…bahkan astronout-astronout juga menegaskan/ bahwa di bulan pun terdapat orang-orang gila/ dan sampainya mereka ke bulan pun atas ulah orang-orang yang gila…“). Ada juga lagu tentang urbanisasi, penyesalan seorang mantan straatjongen, hingga fenomena perek. Kali lain dia berdendang tentang penguasa yang hipokrit, “…cerita paduka yang sangat ramah/ cerita bencana yang dianggapnya lumrah…” Sebetulnya lagu-lagu Mogi tak melulu keras dan bernuansa protes, ada juga terselip beberapa nomor romantis seperti lagu “Liza” dengan vokal serak yang susah kautolak, dan lirik menyentuh di lagu “Keresahan” semacam “..bintang kejora di langit/ jauh dan mistis seperti senyummu..” Lagu-lagu lainnya juga cukup eklektik, tak hanya country-folk: ada warna pop elegan sarat piano yang bisa dimasukkan ke film Teguh Karya jika mau, ada juga spoken words ala baca puisi tentang otokritik pada tanah air (“Pertiwi”) yang bisa jadi mengilhami adegan Rangga di film Ada Apa dengan Cinta? dua dekade setelahnya. Ada beberapa jam session panjang beraroma blues (mungkin dia sedang bosan), suara lamat-lamat pesinden tradisional yang diselipkan dalam track berbahasa Inggris, hingga sentuhan new wave di rilisan akhir ’80an-nya. Sesekali dia terdengar seperti Broery, di kali lain mirip Iwan Fals, Doel Sumbang, Gito Rollies, bahkan d’Bodors; tapi dalam versi yang lebih baik dari semua nama itu. Mogi sempat bermasalah dengan kolaboratornya, serta dituduh menjiplak lagu orang. Tuduhan itu bisa jadi memang beralasan. Lagu “Keresahan“, misalnya, yang liriknya saya kagumi tadi itu sayangnya punya melodi yang memang mirip sekali dengan lagu “Margaritaville“-nya Jimmy Buffett (1977), sementara “Koruptor” jelas-jelas hanyalah variasi lain dari “Don’t Let Me Be Misunderstood” menurut aransemen versi Latin-nya Santa Esmeralda (1977), yang belakangan masuk ke soundtrack film Kill Bill Vol. 1-nya Tarantino. Dua lagu ‘aspal’ itu ada di album Aje Gile (1979). Teguh Esha, kreator Ali Topan Anak Jalanan yang juga menulis lirik beberapa lagu Mogi (hubungan mereka berakhir buruk) dalam sebuah wawancara tahun 1978 dengan majalah Tempo menyebut Mogi sebagai pribadi yang meragukan dan ada kesan bajingan. Kebetulan wajah ganteng dan potongan bengal Mogi sempat membawanya ke dunia akting layar lebar, berperan antagonis sebagai salah satu pemuda pemerkosa Sum Kuning (!) di film Perawan Desa (1978) yang diangkat dari kisah nyata yang sempat menggegerkan stabilitas nasional itu. Ada satu jasa Mogi Darusman yang sering dilupakan dunia musik pop Indonesia: konon dialah yang pertama kali menemukan bakat Vina Panduwinata.


Air mukanya keras. Hampir jarang menyungging senyum. Tatapan matanya tajam seolah siap menerkam. Guratan syair lagunya sarat gugat. Ingatkah Anda dengan penggalan lirik ini?

Kau tahu rayap-rayap makin banyak di mana-mana Di balik baju resmi merongrong tiang negara Kau tahu babi-babi makin gemuk di negeri kita Mereka dengan tenang memakan kota dan desa

Rayap-rayap yang gemas merayap Berjas dasi dalam kantor makan minum darah rakyat

Menggemuk para rayap dalam bumi yang kian rapuh

Merayap para babi di lautan sawah dan hutan Menggencet anak rakyat meremas jantung mereka

Rayap rayap yang gemas merayap Berjas dasi dalam kantor makan minum darah rakyat

Babi babi yang gemuk sekali Tenang tentram berkembang biak tak ada yang peduli

Lirik lagu bertajuk Rayap-Rayap ini ditulis oleh Mogi Darusman dan Teguh Esha, seniman yang melahirkan novel Ali Topan Anak Jalanan dan melodinya diambil dari hits The Cats She Was Too Young karya Piet Veerman, sahabat Mogi di Eropa. Lagu kontroversial ini direkam dalam album Aje Gile di tahun 1979.



Bayangkan, di era Orde Baru, ada sosok pemusik yang luar biasa berani melakukan kritik terbuka terhadap pemerintah. Sesuatu yang di zamannya nyaris musykil. Tapi itu dilakukan Mogi Darusman, anak seorang diplomat yang menghabiskan separuh masa remajanya di negara-negara Eropa. Ironisnya, Mogi menempatkan diri sebagai oposisi sejati yang sangat sinis terhadap rezim Soeharto yang tengah berkuasa.

Hebatnya, Mogi Darusman siap menerima risiko dari apa yang telah dilakukannya. Albumnya dibreidel. Ia pernah meringkuk di kantor Polsek Senayan, Jakarta. Ia pernah dicekal seusai manggung, karena memojokkan Presiden Soeharto dan berbagai aktivitas berskala ekstrem lainnya.

Alhasil, karena kredo bermusiknya yang senantiasa bermuara pada ranah kritik sosial, sosok Mogi Darusman disejajarkan dengan pemusik-pemusik seperti Harry Roesli, Gombloh, Leo Kristi, atau Iwan Fals. Semangat antikorupsi sudah dicanangkannya sejak awal meniti karier di negeri tercinta ini. Sebelumnya, sejak akhir dasawarsa 60-an, Mogi memang telah menjejakkan kaki dalam industri musik pop di Eropa. Tahun 1969, ia telah merilis single perdananya bertajuk Born In A Second Time dan “Most Confidentially” yang dirilis di Jerman dan Belanda.

Suara Mogi D alias Mogi Darusman memang tidak merdu.Dia tampak ingin terlihat sebagai protes singer ala Bob Dylan.Yang berontak,yang kerap gugat dengan gitar akustik di tangan. Dalam single perdananya yang dirilis di Belanda tahun 1968 ini,Mogi malah meremake lagu karya Rinus Gerritsen bassist grup rock Belanda Golden Earring bertajuk “Born A Second Time” dari album Miracle Mirrors -nya Golden Earring di tahun 1968. Setelah merilis single ini beberapa media cetak di kawasan Eropah mulai membanding bandingkan Mogi D dengan Bob Dylan dan Neil Young.

Mogi Darusman bahkan mewakili negara Austria dalam ajang ‘World Pop Song Festival 1971’ yang berlangsung di Budokan Hall Tokyo, Jepang. Saat itu ia sempat masuk ke tahap semifinal yang kedua pada 26 November 1971 dengan membawakan karyanya sendiri bertajuk Puppet On Life.

Di acara yang sama, Indonesia mengirimkan wakil yaitu Elly Sri Kudus dengan lagu With The Deepest Love of Djakarta karya Mochtar Embut. Dua tahun berselang, Mogi yang dikenal dengan nama populer Mogi D, kembali mewakili Austria pada Festival El Boccacio di Barcelona, Spanyol dan Folk Song Festival North Ontarioa pada tahun 1975 di North Ontario, Kanada.

Jika menyebut nama ini, orang senantiasa berkonotasi tentang sosok seniman pemberontak yang selalu menghujam pendengarnya lewat sederet lagu-lagu beratmosfer protes. Gemerutuk lagu-lagunya gamblang, lugas bahkan nyaris tanpa tedeng aling-aling.

Simak lagu “Aje Gile” yang liriknya ditulis dalam dialek Betawi yang terasa asal goblek itu :

He, To

Lu kan pegawai negeri kok rumah lu gede, mercy lu tiga

Aje gile asoy

Aje gile, lu kire lu siape tampang bodo lagak lu sok jago

e, aje gile, lu sangke lu gaye gue tau kartu lu semuanye

Jangan lu betingke di depan mata gue

kalo lu berani jangan bawa nama babe

kepale gile kagak lagi jamannye

aje gile cacing belagu buaye

Aje gile, proyek lu gede-gede

numpang nanya dekingan lu siape e,

E aje gile, mendingan lu diem aje

daripade bikin ngiler tetangge

Jangan lu betingke di depan mata gue

kalo lu berani jangan bawa nama babe

kepale gile kagak lagi jamannye

aje gile dasar lu orang gile

Pria ini dilahirkan di Bogor, 13 September 1947, dari pasangan Boesono Darusman dan Mariati Mahdi Marzuki. Mogi bersaudara sepupu dengan politikus, Marzuki Darusman dan Candra Darusman, pemusik yang lebih banyak berkutat di ranah jazz.

Karena mengikuti ayah tercinta yang berkarier sebagai diplomat, menjadikan kehidupan masa kecil hingga remajanya justeru berpindah-pindah dari satu negara ke negara lainnya. Ketika di bangku SD kelas 1, Mogi telah menetap di India. Seterusnya ia dan keluarganya hengkang ke Amerika hingga Eropa. Yang lama adalah ketika Mogi bermukim di negara asal Wolfgang Amadeus Mozart, Austria.

Karier musiknya justeru berkembang pesat di negara ini. Mogi selama lima tahun mengenyam pendidikan musik formal di sebuah konservatorium musik di jurusan Penata Musik dan Instrumen Gitar. Selain menguasai permainan gitar, ia juga terampil bermain piano hingga harmonika. Mogi pun memainkan musik rock, jazz, hingga blues.

Di tahun 1978, Mogi yang telah menikah dengan wanita Jerman bernama Gizela, pulang kampung ke Jakarta. Kegiatannya di dunia seni pun mulai difokuskan di Indonesia. Mogi memang seniman komplet. Tak hanya menguasai musik, ia pun menekuni seni teater, koreografi tari, dan seni ballet.

Makanya tak heran belum setahun bermukim di Jakarta, Mogi pun ditawari bermain dalam film layar lebar Perawan Desa (1978), Di Ujung Malam(1979), dan Dokter Karmila (1981). Entah kenapa dalam film-filmnya itu, Mogi senantiasa kebagian peran antagonis. Misalnya, dalam Perawan Desa, ia memerankan sosok anak muda berandal yang memperkosa wanita penjual jamu. Film ini memang diinspirasikan dari peristiwa nyata tragedi Sum Kuning, tentang pemerkosaan wanita penjual jamu di Yogyakarta.

Sejak mengeluarkan album Pusing di tahun 1992, Mogi memang nyaris tak pernah merilis album lagi. Tiba-tiba ia seperti raib ditelan bumi. Namun, antara tahun 1998 hingga 2003, ia sesekali muncul dalam komunitas penggemar musik blues di Jakarta. Di komunitas ini, Mogi sesekali melakukan jam session memainkan blues melalui gerayangan jemarinya di atas tuts piano atau meniup harmonika.

Setelah itu Mogi Darusman yang kemana-mana selalu mengantungi harmonika blues itu dikabarkan sakit dan nmengidap strokes.Hingga terbetik kabar menyedihkan pada tanggal 18 September 2007,Mogi Darusman dikabarkan berpulang kerahmatullah pada sekita jam 18 sore.

Mogi memang telah lama pergi.Tapi lagu “Rayap Rayap” masih terus diputar orang.Mungkin karena isi liriknya yang menggugat koruptor masih dianggap relevan dengan kondisi negeri ini yang telah carut marut karena mengguritanya aksi korupsi.


Cacing Belagu Buaye

Kaset dibuka dengan lagu Aje Gile yang dilontarkan seperti bantingan suasana gambang kromong kecampuran musik Bob Dylan. Di sambung irama country lantas berakhir sebagai musik jazz dari periode rag-time. Intronya penuh kecurigaan: "Lu kan pegawai negeri kok rumah lu gede, mercy lu ada tiga?" Kemudian disusul dengan lirik yang dibawakan dalam suasana sedikit stoned :

Aje gile, lu kire lu siape tampang bodo lagak lu sok jagoe, ape gile, lu sangke lu gaye gue tau kartu lu semuanye. Jangan lu betingke di depan mata gue kalo lu berani jangan bawa nama babe kepale gile kagak lagi jamannye aje gile cacing belagu buaye Aje gile, proyek lu gede-gede. numpang nanya bekingan lu siapee, aje gile, mendingan lu diem aje dari pade bikin ngiler tetangge

Lirik ini sesudah dinyanyikan tidak terasa bombas sebagaimana kalau kita mendengar lirik-lirik protes Harry Rusli. Soalnya ia masuk ke dalam musik dan dibawakan dengan akrab. Terasa ada pengalaman dan perhitungan dalam pengolahannya, sehingga protes tidak hanya terhidang sebagai ide -- sebagaimana kadang kita tangkap juga dari lagu-lagu Leo Kristi. Peranan Mogi dalam menghidupkan kata-kata protes di sini amat menonjol.

Lagu kedua berjudul Rayap-rayap. Di sini protes makin menjitak. Suasana lucu dalam lagu pertama berubah menjadi sikap anak muda yang marah. Namun karena musiknya tetap sederhana sambil menjaga kemantapannya, sementara suara Mogi dilatari duet Yessi dan Tessi, protes tetap basah dan dapat dinikmati dengan enak. Padahal kata-kata dalam lagu ini bisa membahayakan peredaran kaset ini.

Kita kutip:

Kau tahu rayap-rayap makin banyak di mana-mana

di balik baju resmi merongrong tiang negara

kau tahu babi-babi makin gemuk di negeri kita

mereka dengan tenang memakan kota dan desa

Rayap-rayap yang ganas merayap

berjas dasi dalam kantor makan minum darah rakyat

babi-babi yang gemuk sekali tenang tentram berkembang biak tak ada yang peduli

Menggemuk para rayap dalam bumi yang kian rapuh

resahnya ibu rakyat yang terbantai tanpa aduh

merayap para babi di lautan sawah dan hutan

menggencet anak rakyat meremas jantung mereka

Selain yang dua di atas masih ada lagu bernama Koruptor. Juga dikerjakan dengan baik, sehingga sindiran tidak hanya merupakan umpatan klise yang bikin mual. "Koruptor di dalam kantormu, sembunyi di balik bajumu, tiada seorangpun tau, aduh .... ," kata Mogi membawakan lirik Teguh Esha.

Kekuatan yang terasa dalam keseluruhan kaset ini merupakan hasil kombinasi semangat protes yang selama ini sudah dicoba-lontarkan oleh banyak musisi muda, tapi baru kali ini dibikin lancar dan musikal. Meski memang tidak orisinil, karena sering rekaman ini serasa mencari sandaran pada musik manis model 'The Cats' (Belanda) serta bau ambiguitas musik Bob Dylan (Amerika).

Sementara itu, di balik rekaman yang menggembirakan ini kita jadi tertegun melihat pada daftar lagu kurang jelas siapa sebenarnya yang menulis lagu. Di bawah tulisan Aje Gile misalnya terdapat tanda kurung yang berisi nama M. Darusman, J. Veerman,Teguh Esha. Kemudian kode AME 10987. Seakan lagu itu sudah pernah direkam di luar negeri.

Apalagi Teguh pada saat tulisan ini diturunkan mengatakan kepada TEMPO sudah memutuskan hubungan dengan Mogi. "Mula-mula saya kira lagu itu ciptaan Mogi. Tapi belakangan saya rasa semuanya berasal dari lagu Barat. Setelah saya cek dengan Mogi, ia mengaku lagu itu semuanya bukan ditulisnya sendiri," kata Teguh."Ia mengaku beberapa lagu ditulisnya bersama J. Veerman." Teguh kemudian menunjuk lagu Cita-Cita misalnya adalah contekan dari lagu grup Eagles.

Teguh juga mengaku sempat didatangi Mogi, beberapa saat setelah Aje Gile, Keresahan dan Laut Biru sempat diputar di TV tanggal 25 Oktober lalu. Mogi minta Teguh mengganti lirik Aje Gile dan juga Rayap-rayap, karena lagu itu tak bisa disiarkan dalam acara niaga kecuali syairnya diganti.

Teguh menolak. "Kalau mau diganti itu urusan kamu," kata Teguh. Hubungan tampaknya sudah menjadi panas, karena ada beberapa persoalan bisnis di antara keduanya tak bisa didamaikan. Yang terang Aje Gile tidak bisa masuk TV lagi.

Perusahaan rekaman kaset Naviri yang dipimpin Darmawan Susanto, ketika dihubungi mengatakan bahwa Mogi memang sudah sempat tampil dalam acara TV membawakan Aje Gile, Keresahan dan Laut Biru. Tapi ketika ia mengusulkan Aje Gile dipakai iklan dalam Siaran Niaga, pihak TV dari bagian iklan menolak. Sehingga yang kemudian masuk hanya keresahan.

Sementara bagian iklan TVRI sendiri lewat telepon membenarkan -- dan menyatakan mereka punya hak melakukan seleksi. Lebih jauh, Darmawan tidak tahu menahu dicantumkannya nama Keenan Nasution dalam keterangan kaset. Ia hanya mengatakan bahwa di samping aransemen memang dikerjakan oleh Mogi, musik di garap oleh Karim, Alex, Wimpy dan kawan-kawannya.

Keenan Nasution yang dicantumkan tidak ikut. Jadi kalau warnanya kemudian mengarah ke jazz, dapat dimaklumi -- mengingat orang-orang itu memiliki reputasi dalam dunia jazz pribumi."Saya tidak tahu-menahu mengenai redaksi yang disebutkan dalam keterangan kaset," kata Darmawan. Aje Gile merupakan rekaman Mogi yang pertama. Kontraknya dengan Naviri berlaku setahun, dan dalam jangka ia harus menghasilkan dua kaset lagi. Kaset ini memberi sumbangan pada warna musik pop pribumi.

Musik Indonesia Musik Cukong

Pemusik pop Mogi Darusman yang bermukim di Jerman telah menghasilkan 5 buah piringan hitam single; 2 buah long-play. Ia menilai lagu Pop Indonesia suka saling meniru.

MOGI Darusman lahir 23 Januari 1947. Ayahnya Soesono Darusman berasal dari Bogor, pernah menjabat duta besar Indonesia antara lain di Vatikan dan Austria. Ibunya orang Padang.

Sejak usia 11 tahun ia berada di luar negeri. Kemudian terjun dalam kegiatan musik pop, sempat menghasilkan 5 buah piring hitam single dan 2 buah long-play. Tinggal di Jerman, bekerja sebagai pengaransir lagu. Bulan April yang lalu ia muncul kembali di Indonesia bersama isterinya Gisele pribumi Jerman, dan anaknya Marcus.

Orang tuanya masih di Wassenar, Negeri Belanda, karena sakit. Dalam festival lagu pop di Tokyo tahun 1971, ia ikuti dan berhasil masuk babak semi final mewakili Austria. Waktu itu Indonesia diwakili Ellya Srikudus. Tahun berikutnya -- menurut keterangan di dalam kaset -- ia mengikuti festival musik I Bokacio, Barcelona.

Tapi baru tahun 1975 ia muncul sebagai pemenang dalam festival di North Ontario dengan lagunya You're not the same. Mogi menguasai berbagai bahasa Inggris, Jerman, Italia, Spanyol, Belanda dan Sunda. Ia mengaku belajar gitar selama 3 tahun pada Maestro Nati di Roma (1965 - 1968). Juga belajar teknik panggung, balet modern, dan dekorasi panggung di s-Gravenhage Belanda sampai mendapat ijazah.

Di bawah ini adalah petikan wawancara Bachrun Suwatdi dari TEMPO.

Siapa sebenarnya pengarang lagu-lagu yang Anda nyanyikan dalam Aje Gile?

Saya sendiri bersama NM Burry dari The Cats. Syairnya saya ganti, kerjasama dengan Teguh Esha. Karena saya orang baru disini, belum tahu soal bikin syair bahasa Indonesia. Misalnya kata membara, bintang kejora, terpesona, saya sama sekali tidak pernah gunakan. Kalau ada yang mengatakan saya jiplak, silahkan cek pada Union Artisten Komponisten Musik Verlager di Austria. Saya jadi anggota perkumpulan itu tahun 1968. Pada kertas kaset saya taruh nama NM Burry, J. Veerman, F. Wasser, S. Sirkadan nomor-nomor piringan hitam, karena kalau tidak, kalau saya datang ke Jerman bisa dituntut.

Benarkah Aje Gile, dan Rayap-rayap tidak diperkenankan di TV?

Setelah disiarkan di TV tanggal 25 Oktober, keesokan harinya ada petugas dari TVRI datang ke rumah mengatakan tidak bisa disiarkan. Alasannya syairnya terlalu tajam dan penampilan saya kurang sopan. Kata mereka di TV tidak boleh melirik-lirik, tolak pinggang atau memeluk tangan. Alasannya TV juga ditonton para pejabat. Padahal lagu itu membutuhkan gerak-gerik tersebut, kok kalau lagu dang-dut dengan gaya "sadis" boleh. TV menuntut kalau mau disiarkan syair lagu-lagu tersebut harus diganti. Saya tak mau, karena memang kenyataannya begitu. Bukankah lagu itu bisa mendukung opstibnya Pak Domo?

Lagu Cita-Cita apa benar nyontek lagu Eagles?

Memang intro Cita-Cita saya ambil dari There is a new boy intown dari album Eagles 'Hotel California'. Sedang Aje Gile memang lagu saya, judul aslinya Dog Gone My Soul (?). Musik saya Country Rock, warnanya mirip Bob Dylan, karena saya memang kagum pada dia. Hubungan saya dengan The Cats juga baik sekali, kita bikin aransemen sama-sama.

Bagaimana hubungan Anda dengan Teguh Esha? Hubungan bisnis putus prinsip kita berdua berbeda. Waktu saya datang dari Jerman, saya hanya membawa uang untuk bertahan 2 - 3 bulan. Maksud pulang ke tanah air karena permintaan Kedubes RI di Jerman Barat untuk membentuk Asean Culture Team ke Eropa, disamping, menjajagi kemungkinan bisa hidup di sini. Setelah uang habis saya bertemu Teguh, ia bersedia membantu, dengan syarat kalau nanti saya berhasil pembagian keuntungan separo-separo --disaksikan notaris H. Zawir Simon SH. Tapi setelah kerjasama berjalan beberapa bulan, kita tidak cocok dan bubar.

Bagaimana pendapat Anda tentang lagu pop Indonesia sekarang? Pop di sini banyak yang saling meniru. Seolah Chrisye dan Keenan maniak. Kita disajikan yang mirip-mirip, entah ini yang diminta produser. Musik Indonesia musik cukong, artis didikte cukong. Produser hanya memikirkan kwantitas. Saya tidak mau seperti itu.

Adapun Teguh Esha adalah pengarang Novel Ali Topan. Lahir di Banyuwangi 8 Mei 1947. Ayahnya seorang tukang listrik dari Madura dan ibunya tukang jahit. Teguh masih di tingkat V Publisistik Universitas Prof. Dr. Mustopo, sekaligus tingkat III FISIP UI jurusan ilmu politik. Ia pernah jadi ketua IMADA (1973 -1975), wakil pimpinan majalah Sonata, dan kemudian sejak 1976 Pimpinan Redaksi Majalah Le Laki. Sekarang preman!! Lagu Ali Topan yang dinyanyikan Franky dan Jane adalah ciptaannya, baik musik maupun melodi.

Ditanya tentang Mogi Darusman ia berkata. "Musiknya memang baik. Ia bagus sebagai penyanyi dan mengaransir. Tetapi pribadinya meragukan. Baginya tujuan menghalalkan cara. Ada kesan ia seorang bajingan," katanya terus terang.

sumber : Tempo Edisi. 38/IIIIIIII/18 - 24 November 1978



4 views0 comments

Recent Posts

See All

Yorumlar


LIVE LOCAL MUSIC, FOOD & DRINKS ©2023 BY THE LAUNCH. PROUDLY CREATED WITH WIX.COM

bottom of page